Thursday, May 15, 2014

Melbourne Post Effect



Long time not reading fiction. I keep my nose on book whenever i have idle time. Its good to let yourself happy by doing things you like. Its good to be focused on something rather than multitasking. Its good to have new perspective. Its good to be reminded about dreams and passion when i suck at routine and lot of workload. Even its good to take a lecture notes in class, doing good at presentation, and work on academic assignments.

My Current Obsession : Dérive, Music, Old Fiction Books, Indonesian Landscape, Movies, and Foods.

Saturday, May 10, 2014

Kisah Seorang Gadis

Sesengukan. Malam itu ia menangis sendiri di kamarnya. Menangis tanpa memperdulikan untuk melegakan hatinya. Sudah lama ia tak menangis. Bukan berarti sudah lama ia tak sedih atau terluka. Akan tetapi gadis itu tumbuh menguatkan dirinya. Semakin berusaha ia menguatkan diri, semakin jarang air mata membasahi wajahnya.
Setiap hari ia memasang senyum itu. Senyum ikhlas, bahagia. “Iya” selalu terucap saat orang lain meminta bantuan. Bukan karena ia mau diperalat. Karena ia memposisikan dirinya pada orang yang meinta bantuan. Selama ia bisa. Ia akan lakukan. Naif, memang. Akan tetapi ia hanya ingin berarti buat orang lain. Orang lain, ah, gadis itu memang terlewat sering mendahulukan orang lain. Akan kuceritakan kisah tentang gadis ini. Kupikir ini akan sedikit menyedihkan.
Ia tumbuh di keluarga yang sederhana. Tidak sederhana tetapi juga tidak kaya. Iya tidak masalah dengan itu. Ia tidak mengeluh harus pulang menggunakan bus disaat teman-temanya di jemput. Ia tidak keberatan basah kuyup disaat teman-temanya naik mobil. Ia tidak masalah tidak menggunakan barang branded atau pun yang sedang “in”. Bukan, ini bukan soal materil.
Tumbuhlah ia menjadi seorang gadis remaja. Gadis remaja yang mulai sibuk dengan teman dan kegiatanya. Akan tetapi disaat gadis seusianya mulai percaya cinta. Ia melihat realita cinta yang lain. Ia melihat bagaimana manusia yang hidup bertahun-tahun atas nama cinta bisa berkhianat. Dengan sahabat pasanganya. Kemudian ia melihat sisi yang terluka pelan-pelan tergerus sakit akibat memendam rasa sakit kemudan akhirnya pergi. Bahkan sisi yang berkhianat tidak seperti yang dalam kisah-kisah di novel dan film, tidak sisi itu bahkan pergi di hari berikutnya. Kejam? Seperti sinetron? Ini realita yang gadis itu hadapi. Selesai? Belum ia masih melihat banyak sisi dari cinta.
Ia melihat yang namanya pengkhianatan cinta yang lain. Ia melihat dan di jejali keburukan-keburukan dari tiap sisi. Yang satu berteriak pengkhianat. Yang satu berteriak tidak beratnggung jawab. Aku kasian akan gadis itu. Aku heran, para orang dewasa itu tidak memikirkan dampak dari apa yang mereka perbuat. Mereka tidak tahu mereka merusak atau menggerogoti relung hati gadis itu. Tetapi di tengah kondisi tersebut gadis itu masih memikirkan orang lain, yaitu adiknya. Ia tidak ingin hati adiknya keras seperti dirinya. Ia tidak ingin adiknya membentengi dirinya seperti yang ia lakukan, ia tidak ingin adiknya terluka. Ia kakak yang baik. Ia ingin yang terbaik bagi adiknya. Baik? Terlalu baik? Aku pikir gadis ini agak menyedihkan.
Ia susah untuk memberikan hatinya. Disaat ia mencoba membukanya, orang yang ia inginkan adalah milik orang lain. Tidak, gadis itu tidak berusaha merebut. Bahkan disaat ia bisa merebutnya ia teringat pengalamanya. Bayang bayang itu. Ia tidak mau menjadi perusak hubungan. Ia tidak mau menajdi orang ketiga. Ia tau sakit sisi yang terluka nantinya. Ia membatasi dirinya. Ia mengaburkan perasaan.
Akan tetapi kali ini, terjadi untuk ketiga kalinya. Kisah ketiga ini agak lain dari biasanya. Karena teman dari gadis ini ikut jatuh hati pada lelaki itu. Padahal ia tahu temanya sendiri masih meladeni lelaki lain. Luar biasa bukan? Gadis itu tidak membenci orang-orang yang menunjukkan realitas di balik kata cinta. Sebagai gantinya gadis itu hilang kepercayaan atas cinta.

Aku rasa gadis itu sangat menyedihkan. Aku tahu yang ia butuhkan adalah seseorang yang bisa memeluknya atau setidaknya menggenggam tanganya seraya menguatkannya. Ia hanya ingin melihat sisi lain dari kata cinta seperti yang tertuang dalam kertas novel maupun dalam film.